Analiais Puisi yang Berjudul "Meja Makan" Karya Joko Pinurbo
Meja Makan
Tubuhmu
yang pulang
Terbujur
di atas meja makan.
Tubuh
kenangan yang telah
Mengarungi
laut,
Merambah
hutan.
Aku
bersama dua temanku:
Piring
yang lapar,
dan
gelas yang dahaga.
“berilah
kami susu
(suara
sunyi) malam ini
Dan
kobarkanlah kopi kami.”
Gelas
ternganga
Mendengar
kecipak ombak
Dalam
dadamu.
Piring
terpana
Mendengar
gemercik sungai
Dalam
perutmu,
Dan
bulan lahir kembar
Di
biru matamu.
Saya
sajak tengah malam
Yang
diutus untuk melahap
Tiga
potong kata aduh
Yang
menggigil di bibirmu.
Berikut hasil analisisnya
Dalam
puisi yang berjudul “meja makan” yang di terbitkan oleh surat
kabar KOMPAS dapat di analisis
sebagai berikut :
Penulis
melihat sosok seorang pelaut yang sudah lanjut usia, yang kembali kerumahnya tanpa mendapat hasil
tangkapan ikan. Tubuhnya yang kelelahan direbahkanya di atas meja makan yang
kosong tampa isi, seharusnya dimana meja makan ada makanan untuk sekedar
menghilangkan rasa lapar dan dahaga. Memang memperhatinkan nasib orang yang ada
dalam puisi tersebut, ia mempunyai badan
yang taklagi muda masih tetap bekerja dengan melaut bahkan takjarang menrobos
rindangnya hutan. Pandangan ini bisa dibuktikan pada teks berikut : Tubuhmu yang pulang terbujur di atas meja
makan. Tubuh kenangan yang telah mengarungi laut, meraba hutan. Pada teks
ini mengisahkan kisah yang menyedihkan.
Pada
bait yang kedua : aku bersama dua
temanku: piring yang lapar dan gelas yang dahaga. “berilah kami susu (suara
sunyi) malam ini dan kobarkan lah kopi kami” kalimat ini menunjukan adanya kesedihan yang
dialami, misal saja ketika penulis mencoba untuk menghayati puisi ini, seperti
melihat seseorang yang sedang duduk di depan meja makan, dan di atas meja hanya
terlihat sebuah piring dan gelas yang
kososng. Mungkin maksud orang tersebut ingin makan tapi tak ada makanan yang
tersaji. Hari sudah semakin larut makin malam makin sepi, hanya tersisa
secangkir kopi yang dingin. Baginya tiada
teman yang setia selain malam yang hening sunyi.
Pada
bait ketiga ada sedikit keharuan keharuan pada puisi hal ini sesuai dengan bait
berikut : Gelas ternganga mendengar
kecipak ombak dalam dadamu. Piring terpana mendengar gemercik sungai dalam
perutmu. dan bulan lahir kembar di biru matamu. Dengan menggunakan citra
pendengaran dapat dirasakan ada suatu bunyi menggerit dalam rongga mulutmu yang
berati menandakan rasa haus yang dirasakan, memperhatinkan pula saat perutmu
gemuruh yang sebenarnya tanda perut yang sedang lapar, sebab tak makan. Masuk
juga citra penglihatan terlihat mata yang mulai sayu karena lapar, serta
berkunang-kunang bahkan hampir tak sadarkan diri. Mungkin ini yang di sebut “bulan lahir kembar di biru matamu.”
Selanjutnya
bait terakhir sepanjang malam itu hanya terdengar kata kesakitan akibat lapar
dari mulutnya, yang semakin laama semakin jauh kedngaranya karena lapar yang
mendesaknya.
Dikutip
dari :
Pinurbo,
joko. 2015 “meja makan” dalam KOMPAS, minggu 9 Agustus 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar